Views: 404
PAPUA, JAPOS.CO – Plt Ketua Bara JP Provinsi Papua, Willem Frans Ansanay tanggapi santai pro kontra kunjungan Presiden Jokowi ke Papua.
Menurutnya, pro kontra tersebut merupakan hal yang biasa saja, dan bukanlah sesuatu yang luar biasa. “Pro kontra atas kunjungan presiden datang dari para aktivis yang berjuang untuk terjadinya disintegrasi bangsa di Papua dengan aktivis merah putih dan masyarakat Papua pada umumnya,” ujar Frans, Sabtu (8/7/23).
“Komentar kontra tentang kunjungan presiden datang dari pihak anti Indonesia, sementara dari pihak yang cinta akan Indonesia merasa bahwa hanya presiden Jokowi yang mampu menjawab tantangan pembangunan di Papua dengan diberikannya DOB bagi provinsi-provinsi baru di Tanah Papua,” tambahnya.
Lebih jauh Frans mengatakan bahwa mereka yang ingin Papua lepas dari Indonesia hanya sebagian kecil yang merasa tidak puas atas kemajuan pembangunan di papua. “Tidak puas itu tanda tak mampu berperan dalam membangun Papua,” ucapnya.
Frans mencoba memberi gambaran, jika Papua merdeka akan terjadi saling sikut dan bahkan saling membasmi antar suku di Tanah Papua.
“Contoh riil di era otsus saja ada saling sikut antar suku dan terjadi kekuasaan pemerintahan sampai jalanan dari suku tertentu atas suku-suku yang lain. Jadi bagi saya Papua sudah merdeka didalam negara RI dan banyak hasil pembangunan yang sudah dirasakan masyarakat Papua,” papar Frans.
Terkait presiden Jokowi dalam kunjungan kerja ke Tanah Papua, kata Frans sudah 80% telah berdampak pada adanya kepastian pembangunan.
Dimana, dalam kunjungan kali ini presiden meresmikan bandar udara di Kabupaten Asmat Provinsi papua selatan, membuka acara Street Festival Papua, kunjungi Pasar Hamadi di Kota Jayapura, panen raya jagung di Kabupaten Keerom, kunjungi Pasar Pahara Sentani, kunjungi Waibu Agroo Edu Tourisem di Toware Kabupaten Jayapura. “Ini bukti nyata kerja presiden Jokowi,” tegasnya.
Sejalan dengan berbagai keberhasilan pembangunan di Papua saat ini, kata Frans, sebagian besar masyarakat Papua menghendaki presiden jokowi dipilih kembali pada pilpres 2024 agar dapat melanjutkan pembangunan di Tanah Papua. Pemahaman masyarakat ini tentu berdasarkan bukti nyata kerja Presiden Jokowi.
Bahasa masyarakat ini, ujar Frans, bila diterjemahkan adalah menghendaki Jokowi melanjutkan kepemimpinannya untuk periode berikut (periode ke tiga). Ini bahasa rakyat bawah, apa adanya.
“Artinya aspirasi itu sejalan dengan sikap Barisan Relawan Jokowi Presiden/ Barisan Relawan Jalan Perubahan yaitu Presiden tiga Periode atau Jokowi tiga periode,” ujarnya.
Jadi soal tiga periode, lanjutnya perlu amandemen UUD 45 yang pernah di amandemen empat kali. Dimana amandemen UUD bukan hal yang tabuh di negeri ini.
“Pembatasan presiden dua periode itu dilakukan bagi presiden yang sarat KKN nya. Jika ada Presiden yang baik maka harusnya pembatasan dua periode itu dibatalkan dengan amandemen dan periodenya menjadi tiga kali agar presiden yang baik itu bisa mendapat kesempatan melanjutkan kerjanya membangun bangsa dan negara kita Indonesia yang lebih maju,” sarannya.
Terakhir saat ditanya terkait animo masyarakat Papua soal tiga capres saat ini, menurut Frans sebagian besar masyarakat Papua masih tetap fokus terhadap Jokowi.
“Jawaban masyarakat masih sama yaitu Jokowi melanjutkan pemerintahannya artinya masyarakat menghendaki presiden yang akan datang tetap Jokowi atau Jokowi tiga periode,” pungkasnya.(Red)