Scroll untuk baca artikel
BeritaHEADLINEJAWAJawa Barat

Bermodalkan Ampas Kopi Seniman Ciamis Hasilkan Karya Lukis yang Luar Biasa

×

Bermodalkan Ampas Kopi Seniman Ciamis Hasilkan Karya Lukis yang Luar Biasa

Sebarkan artikel ini

Views: 149

CIAMIS, JAPOS.CO – Ampas kopi mungkin bagi sebagian orang menjadi sampah yang tidak ada nilainya. Namun, ditangan Dian Gurbada, seniman asal Kabupaten Ciamis, limbah kopi tersebut menghasilkan karya lukisan yang bernilai jual tinggi.

Advertisement
scroll kebawah untuk lihat konten

Karya lukisan dari bahan baku ampas kopi ini tidak kalah bagus dari lukisan yang berbahan baku cat pewarna dan lainnya. Sampai hari ini Dian Gurbada sudah menghasilkan banyak lukisan dari ampas kopi. Baik wajah publik figur, tokoh masyarakat hingga wajah Presiden Indonesia.

Dian Gurbada, yang merupakan warga Perumahan Jati Indah, Desa Panyingkiran, Kecamatan Ciamis ini mengaku sejak kecil dirinya suka melukis atau menggambar.

Dian menuturkan, saat itu karya lukisnya tidak diakui oleh orang tuanya karena terlalu bagus dan terlalu mirip dengan gambar aslinya. Sehingga orang tua dan keluarganya tidak percaya. “Waktu kecil itu saya melihat koran, waktu itu kan ada gambarnya seperti Semar dan lain-lain. Pada saat itu saya melukis gambar tersebut. Saat keluarga pulang, salah satunya paman saya tidak percaya bahwa gambar itu adalah buatan saya,” tuturnya, Sabtu (24/6).

Seniman Ciamis lulusan dari Sekolah Tinggi Ilmu Perikanan ini pun mengaku, pada tahun 2003 ia melukis suatu gambar. Hasil lukisannya itu diberikan kepada orang Belanda di Kapal Pesiar. Namun, hasil karyanya itu dibayar tidak pakai uang melainkan dengan sebuah parfum yang mempunyai harga Rp 1,2 juta. “Itu lukisan wajah menggunakan pensil, dulu waktu kerja di kapal pesiar banyak pesanan. Tapi sayang saya keburu pulang. Setelah pensiun kerja di kapal, kemudian saya kerja di asuransi selama 11 tahun sampai pandemi Covid-19,” ungkapnya.

Setelah itu, Dian mulai fokus melukis. Bahkan rumahnya penuh dengan lukisan mural. Pada saat itu orderan pertama lukisan mural datang dari salah satu pondok pesantren di Baregbeg, Ciamis. “Pertama saya ada orderan lukisan mural. Setelah posting melalui sosial media, kemudian ada yang pesan dari seseorang untuk melukis wajah dari kanvas. Karena kondisi saya saat itu sedang drop, jadi saya sarankan untuk menggunakan kertas saja supaya harganya terjangkau, dan saat itu lukisan tersebut harganya Rp 250 ribu,” katanya.

Setelah dua tahun, ia merasa bosan menggambar dengan pensil. Ide melukis pakai ampas kopi pun muncul ketika dirinya sedang berjaga malam di rumah mertuanya yang saat itu sedang sakit. “Dulu dalam hati seperti ada yang berbicara, katanya melukis menggunakan kopi. Saya langsung ke dapur, awalnya itu pakai kopi dan menggambar menggunakan wadah plastik seperti nampan. Pertama kali saya melukis wajah anggota band luar negeri,” terangnya.

Kemudian setelah lukisan dari ampas kopi tersebut jadi, yang menjadi kendalanya saat itu lukisannya tidak bisa bertahan lama. Apalagi jika terkena air langsung hilang. “Pada saat itu ada teman kuliah saya mau mengantarkan ijazah saya, namun minta barter dengan lukisan. Saat itu juga saya melukis foto teman saya menggunakan ampas kopi di kertas. Itu pertama kali saya melukis pakai ampas kopi,” jelasnya.

Sejak saat itu ia banyak melukis wajah publik figur seperti artis, tokoh nasional, tokoh masyarakat bahkan presiden. Termasuk membuat karya lukis pesanan dari konsumen.

Meskipun dari ampas kopi, namun hasilnya sangat luar biasa. Bahkan, ada nilai seni yang berbeda dari yang lainnya karena lukisannya menggunakan ampas dari kopi. “Alhamdulilah, banyak orang yang mengapresiasi lukisan saya. Karena apa yang saya gambar itu mirip dengan foto aslinya,” ujarnya.

Dian menambahkan, mengenai harganya relatif, sesuai tema. Jadi tergantung konsep dan temanya seperti apa. Kemudian tentang story lukisan itu seperti apa. “Ini masalah konsep, tema dan rasa. Jadi intinya masalah harga kita sangat menyesuaikan dan relative, yakni kisaran Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta. Rata-rata pasar lukisan saya itu tingkat provinsi dan nasional. Kalau di daerah masih jarang,” pungkasnya. (Mamay)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *