Views: 256
CIAMIS, JAPOS.CO – Mahkota Binokasih yang terbuat dari emas seberat 8 kilogram kembali ke Kabupaten Ciamis (Galuh) setelah ratusan tahun. Mahkota tersebut selama ini disimpan di Museum Geusan Ulun Sumedang.
Bersamaan dengan kegiatan Ngarak Pataka dalam rangka Hari Jadi Ciamis ke 381, Mahkota Binokasih yang menurut sejarah merupakan peninggalan Kerajaan Galuh tersebut ikut diarak. Tujuannya supaya bisa diketahui masyarakat.
Kirab Mahkota Binokasih dan Ngarak Pataka Ciamis dimulai dari Pendopo Bupati Ciamis, Jumat (12/5). Perwakilan Keraton Sumedang Larang menyerahkan mahkota itu kepada Bupati Ciamis, H. Herdiat Sunarya, lalu diarahkan kepada petugas untuk kemudian diarak menuju Astana Gede Kawali. Mahkota diarak dengan menggunakan Bus Gatrik.
Astana Gede Kawali merupakan peninggalan ibu kota Kerajaan Galuh sebelum berpindah ke Bogor. Dalam rangka napak tilas, mahkota itu dibawa ke tempat asalnya. Setelah itu, Mahkota Binokasih dibawa ke Panjalu, yang juga masih bagian dari Galuh. Setelah diarak di Ciamis, selanjutnya Mahkota tertua di Asia Tenggara ini dibawa ke Bogor (Kerajaan Pajajaran). Lalu dibawa kembali ke Sumedang.
Menteri Luar Keraton Sumedang Larang, Raden Asep Sulaeman Fadil mengatakan sebagai utusan dari Sumedang, dirinya membawa Mahkota Binokasih ke Ciamis sebagai tanah leluhur. Asep mengatakan saat ini Mahkota Binokasih pulang ke tempat asal di Ciamis. “Tidak akan ada Pajajaran, tidak akan ada Sumedang kalau tidak ada Galuh. Jadi kami datang ke sini ke leluhur kami. Semuanya juga Sunda. Kami dari Sumedang hanya membawa simbol teragung dari Kerajaan Sunda. Mahkota ini sebagai simbol kasih sayang teragung,” jelasnya.
Bupati Ciamis, H. Herdiat Sunarya mengatakan Mahkota Binokasih 700 tahun ke belakang berada di Ciamis, lalu dibawa ke Bogor dan terakhir ke Sumedang. Bahkan sejatinya Mahkota Binokasih adalah milik Ciamis karena pada masa itu wilayah Kerajaan Galuh cukup luas. “Sekarang ada di Sumedang Larang, itu tidak apa-apa asal dirawat dan diurus karena itu peninggalan leluhur kami. Ini membuktikan bahwa Galuh itu ada,” ucapnya.
Mengenai Ngarak Pataka, H. Herdiat menyebut tahun ini merupakan yang kedua kali. Ngarak Pataka digelar pada saat pandemi bertujuan untuk meminimalisir kerumunan saat Hari Jadi Ciamis. Namun ternyata antusiasme masyarakat tinggi. “Ngarak Pataka ini dimulai dari Pendopo Ciamis ke Kecamatan Kawali, selanjutnya ke 5 titik eks kewadanaan. Kami ingin seluruh masyarakat tahu hari jadi Ciamis, jangan sampai tidak ada yang tahu,” tegasnya.
Mahkota Binokasih
Mahkota Binokasih yang saat ini disimpan di Sumedang merupakan peninggalan Kerajaan Padjajdaran. Namun konon menurut sejarah, Mahkota Binokasih awalnya berasal dari Kerajaan Galuh (Ciamis).
Setelah 445 tahun berlalu, Mahkota Binokasih kini bisa kembali ke Ciamis atau Tatar Galuh. Meski kembalinya mahkota yang terbuat dari emas seberat 8 kilogram itu hanya sementara. Mahkota Binokasih dibawa ke Ciamis dari Sumedang dikemas dalam kegiatan Kirab Mahkota Binokasih. Kirab tersebut digelar dalam rangka hari jadi Kabupaten Ciamis.
Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Ciamis, Budi Kurnia menjelaskan Kirab Mahkota Binokasih ini juga bersamaan dengan Ngarak Pataka dalam rangkaian Hari Jadi Ciamis ke-381 tahun. “Mahkota Binokasih yang merupakan Mahkota Sunda yang dititipkan di Sumedang Larang kini kembali ke Ciamis. Memang yang dibawa ini adalah replika, karena yang asli disimpan di ruangan kedap udara. Mahkota ini sudah berusia 700 tahun atau yang tertua di Asia dengan berat lebih dari 8 kilogram emas, dibuat atas prakarsa Sanghyang Bunisora (Raja Galuh 1357-1371),” jelasnya.
Mahkota Binokasih ini diarak dari Pendopo Bupati Ciamis ke Astana Gede Kawali (petilasan Kerajaan Galuh) pada Jumat 12 Mei 2023. Warga Ciamis yang penasaran dengan bentuk Mahkota Binokasih, kini bisa melihat langsung dan datang ke Kawali.
Menurut Budi, kirab tersebut sangat menarik. Mengingat Sumedang ingin melakukan napak tilas bahwa Mahkota Binokasih berasal dari Galuh Ciamis. Berdasarkan sejarah, mahkota ini ada di Galuh selama 150 tahun dari mulai Raja Galuh Niskala Wastu Kencana, kemudian diturunkan kepada anaknya, Dewa Niskala. “Akhirnya di era Jayadewata atau Prabu Siliwangi yang menyatukan Kerajaan Galuh dan Sunda, maka mahkota Binokasih diboyong ke Bogor,” ungkapnya.
Di Bogor, Mahkota Binokasih dipakai untuk pelantikan raja-raja Pakuan Pajajaran yang merupakan penyatuan dari Kerajaan Sunda dan Galuh. “Seiring perkembangan ada pengaruh yang makin memudar dan untuk mengamankan mahkota itu, maka dititipkan di Sumedang Larang. Kala itu dipimpin oleh Raja Geusan Ulun,” jelasnya.
Pertimbangannya, Kerajaan Sumedang Larang dianggap secara teritorial dan keamanannya serta berpengaruh. Sumedang larang termasuk kerajaan yang relatif kuat kala itu. “Makanya hari jadi Sumedang diambil dari datangnya Binokasih ke Sumedang, 445 tahun lalu. Baru sekarang Mahkota Binokasih kembali ke Ciamis atau Galuh meski pun dalam acara kirab,” kata Budi.
Budi menjelaskan dalam Kirab Mahkota Binokasih ini, Pemda Sumedang melakukan napak tilas. Diawali dari Galuh Ciamis kemudian ke Bogor dan kembali ke Sumedang.
Menurutnya, kegiatan ini dari perspektif wisata sangat bagus dan dapat menjadi event Jawa Barat karena digelar oleh 3 daerah. Sekaligus menguatkan bahwa Ciamis atau Galuh punya peran penting dalam perkembangan Jawa Barat. (Mamay)