Views: 264
MAKASSAR, JAPOS.CO – Menanggapi pemberitaan sejumlah media terkait ancaman somasi yang hendak dilayangkan pihak Universitas Hasanuddin (Unhas) ke Dewan Pers, pengacara Yodi Kristianto, SH, MH selaku kuasa hukum keluarga almarhum Virendy Marjefy Wehantouw pun langsung bereaksi keras dan angkat bicara saat dimintai komentarnya oleh sejumlah awak media, Kamis (23/02/2023).
Menurut Direktur Kantor Advokat dan Konsultan Hukum YK & Partners ini, pihak Unhas mungkin awam soal ‘investigation journalism’ atau jurnalisme investigasi. Sebagian besar dari teman-teman media yang menghubungi dirinya secara intens adalah wartawan kriminal, yang sudah berpengalaman selama berpuluh-puluh tahun meliput atau menguak fakta tentang tindak pidana atau kejahatan yang didalangi oleh orang-orang berkuasa, ataupun berbagai kejahatan yang secara sengaja disembunyikan kebenarannya dari publik secara luas.
“Maka tidak mengherankan bagi saya jika kasus kematian Virendy ini menarik bagi mereka untuk diliput secara khusus, sebab kasus ini simpang siur, banyak kejanggalan, yang bahkan pihak berwajib sekalipun sampai saat ini belum menemukan titik terangnya,” tukasnya.
“Sederhananya, jurnalisme investigasi sejatinya bukan hal baru dalam dunia pers, hanya saja bagi orang awam mungkin tergolong baru untuk mengenalnya,” lanjut Yodi Kristianto.
Yodi menerangkan lagi, sejak awal keterlibatan wartawan cukup berdampak terhadap pengembangan perkara almarhum Virendy. “Saya tidak tahu apakah ada yang akan peduli terhadap kasus ini jika tidak diekspose ke publik oleh teman-teman media ?,” ujarnya.
“Kita tahu kasus Virendy ini hanya pengulangan dan bukan untuk yang pertama kali dalam sejarah kampus di Tanah Air. Hanya mungkin sekali ini pihak kampus tidak akan menduga akan ada perlawanan dan tuntutan untuk mengusut tuntas persoalan ini,” paparnya.
Saat merespons pertanyaan tentang bagaimana nasib beberapa media yang akan disomasi pihak Kampus Merah, Yodi mengemukakan, “Saya kira somasi yang demikian itu tidak substansial dan tidak akan ditanggapi secara serius oleh Dewan Pers. Konstitusi kita menjamin kebebasan Pers. Mencari dan menghimpun serta menyebarluaskan informasi adalah hak konstitusional warga negara”.
Lagipula, ungkap Yodi, jika memang benar adanya pelanggaran etik, ada mekanismenya, ada aturannya yang dijamin dalam Undang-Undang Pers. “Ada hak jawab dan hak koreksi. Siapapun yang merasa dirugikan dengan sebuah pemberitaaan, silahkan menggunakan mekanismenya untuk menyelesaikan itu,” tegasnya.
Kasus kematian Virendy yang sampai hari ini, kata Yodi, sudah 40 (empat puluh hari) tanpa kejelasan duduk persoalannya, bahkan pihak yang seharusnya bertanggungjawab malahan sibuk melakukan pencitraan dan pemulihan nama baik di media alih alih mencari solusi terbaik bagi semua pihak.
“Kami selaku kuasa hukum akan tetap menuntaskan kasus ini terlepas siapapun yang terlibat di dalamnya. Tidak ada organisasi seharga nyawa, institusi sebesar Unhas seharusnya dapat menjadi contoh tentang bagaimana menangani kasus-kasus seperti ini, bukan malahan berusaha membungkamnya,” lantangnya.
Yodi menerangkan, orang yang masih waras pikirannya hampir pasti heran dengan sumber daya yang dimiliki Unhas. Jangankan mengungkapkan secara transparan mengenai investigasinya, meminta maaf secara langsung atau dengan rendah hati mengakui kelalaiannya pun tidak !
“Saya merasa malu melihat sikap arogan seperti ini. Ini persoalan mental dan harusnya lembaga pendidikan yang terdepan memberi contoh untuk itu. Bahwa bagaimanapun kita wajib memiliki empati dan menghargai bahwa ada nyawa yang hilang disini yang lebih berharga daripada kedudukan atau jabatan,” kunci Yodi.(HK)