Views: 268
DHARMASRAYA, JAPOS.CO – Perkebunan milik yayasan salah satu milik Pontren yang ada dipulau Jawa ada di pulau Sumatera seperti di Dharmasraya Provinsi Sumatera barat ,dan juga ada di daerah Riau. Kepemilikan yayasan diduga pada sejumlah lokasi di Dharmasraya adalah fiktif.
Kepala Dinas Perkebunan juga Dinas Perizinan satu pintu kabupaten Dharmasraya ketika dikonfirmasi oleh media ini satu pendapat karena mereka juga tidak mengetahui adanya perkebunan milik salah satu yayasan dan akan tetapi pada perizinan yang nama yayasan tidak ada mengurus perijinan di instansi tersebut.
Dinas perizinan mengatakan dugaan itu benar fiktif didasari oleh kenyataan bahwa hingga kini pihaknya belum menemukan areal perkebunan milik yayasan yang memintak rekomendasi kepemilikan Perkebunan kelapa sawit pada kantornya.
“Kami tidak pernah menerima permohonan milik yayasan dan yayasan apa saja apalagi yayasan berkedok salah satu Pontren kamipun tidak menemukan lahan pengembangan usaha milik yayasan atas nama salah satu Pontren,” katanya.
Dia menilai, data lahan ke Badan perizinan daerah ,berapa jumlah hektare dan rekomendasi apa ,adalah diakui keliru karena data Dinas Perkebunan yang direkomendasikan hanya data dari beberapa KUD,Kelompok usaha Perkebunan dan Perusahaan,jika kita menemukan total areal perkebunan fiktif di wilayah pemerintahan daerah kabupaten Dharmasraya akan kita sampaikan ke instansi terkait seperti Badan keuangan daerah tentang pajak.
Kadang pelaku usaha perkebunan membayar pajak dengan koher SPPT sepertinya pajak bangunan dan tanah masyarakat saja.
Perekebunan itu antara lain terdapat di Kenagarian Teratak Tinggi,Timpeh,dan Tabek Kabupaten Dharmasraya sekitar ratusan hektare menurut informasi didapat dari masyarakat setempat.
Sebelumnya,salah satu warga yang tetanggaan dengan perkebunan yayasan ini mengungkapkan,”kami tau dengan perkebunan ini adalah milik salah satu yayasan Pondok pesantren yang ada di Pulau Jawa dan tidak mengetahui apa nama yayasan tersebut,kami juga tidak mengetahui berapa luas areal perkebunan yayasan ini,yang jelas luas dan terdapat dibeberapa Nagari di kecamatan Timpeh “,sebut warga ini yang tidak mau disebutkan namanya.
Dikonfirmasi terkait adanya perkebunan ratusan hektar milik yayasan Pontren dan keberadaan diwilayah administrasi kenagarian Teratak Tinggi ,Nagari Timpeh,dan Tabek,para wali nagari tiada satupun yang mengetahui tentang keabsahan perkebunan milik yayasan tersebut.
Mereka mengatakan keberadaan perkebunan kelapa sawit milik yayasan yang juga memiliki lahan penanaman di sejumlah sentra penanaman kelapa sawit di kecamatan Timpeh diakui cukup menyulitkan pihaknya untuk mengakses data yang valid guna proses kepemilikan seperti apa.
“Kami pernah melakukan koordinasi dengan salah satu managernya tapi hingga kini belum ada kesepakatan status perkebunan bentuk apa” katanya.
Ketika dikonfirmasi ke salah satu managemen perkebunnan tersebut (Pak.De sebutannya)menerangkan kepada awak media bahwa Beliau mengakui tidak pernah mengurus perijinan dengan bentuk apasaja ke Pemerintah daerah kabupaten Dharmasraya.
“Saya tak pernah mengurus ijin ke pemerintah daerah kabupaten Dharmasraya,karena kebun berdiri karena hasil dari donatur seseorang dengan cara membeli atas lahan Sertifikat hak milik (SHM) dan jika mau menerrbitkan berita yaa silakan,”ungkap Pak.De.
Jadi alasan yayasan ini tidak mengurus ijin perkebunan dikarenakan lahannya didat karena sertifikat hak milik (SHM)yang dijual ke yayasan tersebut.
Lahan milik yayasan ini ratusan hektar atau ratusan lembar sertifikat SHM yang dimiliki oleh yayasan secara dibeli ke masyarakat.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Forkond Dharmasraya melalui kabid investasi (E.Ali)mengatakan bahwa yayasan tersebut telah mengangkangi perundang-undangan yang telah disyahkan menurut hukumnya seperti Undang-undang nomor 18 tahun 2004 tentang perkebunan, undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang tata ruang, undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara dan undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta kerja.
“Tidak itu saja sebut kabid investasi ini bahwa masyarakat yang bekerja dikebun itu tidak memakai SoP sebagai buruh dan Jamsostek ketenaga kerjaan,” tutupnya.(Erman Chaniago).