Views: 213
SIAK, JAPOS.CO – Pelaksanaan Constatering dan Eksekusi lahan jilid 4 di Desa Dayun Kabupaten Siak menuai polemik. Masyarakat pemilik lahan yang telah bersertipikat menolak lahan seluas 1.300 hektar itu dieksekusi oleh PN Siak.
Eksekusi pada Senin (12/12/2022) itu sejatinya merujuk pada keputusan PN Siak sesuai Putusan Nomor : 04/Pdt.eks-pts/2016.
Menanggapi hal itu, Ahli Hukum Pidana Forensik, Dr Robintan Sulaiman SH MH MA MM CLA secara independen berpendapat bahwa Constatering dan Eksekusi bisa dilakukan karena memang pengadilan menjalankan karena putusan tersebut sudah inkracht.
“Constatering itu sangat dibutuhkan dalam proses eksekusi, mengapa? Constatering itu tidak bisa diterjemahkan pencocokan saja, secara dasar memang pencocokan. Apa yang dicocokkan? Ada luas wilayah, utara, selatan, barat, timur berbatas dengan siapa, sehingga clear. Dan juga diperiksa apa di wilayah itu ada hak-hak. Pemerintah memberikan hak berupa sertipikat. Sertipikat itu adalah hak terkuat dan terpenuh,” ujarnya di Pekanbaru, Minggu (11/12/2022) malam.
Pertanyaannya? Boleh tidak dilakukan Constatering dan Eksekusi terhadap lahan yang didalamnya masih terdapat Sertifikat hak milik.
“Jawabannya bisa-bisa saja, tapi berpotensi menimbulkan masalah baru,” ujarnya.
Soal kedudukan Sertipikat (SHM) milik warga yang berada di dalam objek eksekusi, ia menjelaskan, tidak ada satupun yang bisa membatalkan Sertifikat tersebut, bahkan Presiden sekalipun. Tapi, ada dua cara yang bisa membuat Sertifikat itu bisa dibatalkan
“Yang bisa membatalkan itu pertama BPN itu sendiri dan di PTUN kan. Jadi selama orang itu ada Sertifikat, itu haknya dilindungi. Mesti dicek semua, Constatering itu bukan seperti orang mengukur baju, jadi dia itu harus clear dan ada lagi yang dienclave,” tegasnya.
Terkait pengamanan Constatering dan Eksekusi oleh pihak keamanan, Dr Robintan berpendapat bahwa setiap orang berhak mendapat pengamanan dari pihak kepolisian.
“Polisi itu melindungi siapa saja, jadi kita boleh minta (pengamanan, red) dan orang lain boleh minta. Jadi kita nggak bisa menghalangi (Constatering dan Eksekusi, red) juga. Tapi kalau itu tetap dilaksanakan karena ada hak-hak orang yang harus dilindungi terus tidak dilindungi, itu yang disebut kejahatan yang dilakukan oleh negara,” tuturnya.
Ia menggaris bawahi bahwa pihak kepolisian tidak boleh melakukan kekerasan.
“Dia bisa bertindak ketika ada kondisi yang membahayakan atau terjadi anarkis,” jelasnya.(AH)