Views: 1.5K
PEMATANGSIANTAR, JAPOS.CO – Anak jalanan yang diidentifikasi sebagai “anak punk” di berbagai daerah termasuk di kota Pematangsiantar, Sumatera Utara, keberadaannya dinilai sangat meresahkan dan berpotensi menimbulkan masalah lainnya.
Dewasa ini kita sering menjumpai segerombol remaja di jalanan yang bergaya tidak sesuai dengan masyarakat pada umumnya, bahkan jumlah mereka kian bertambah banyak.
Mereka berpenampilan sesuai dengan keinginan mereka sendiri tanpa mengikuti aturan masyarakat di mana mereka berada.
Kebanyakan anak punk adalah para remaja yang sedang mencari jati dirinya. Punk masuk ke dalam kenakalan remaja, mereka berpenampilan selaras.
Dari pantauan Japos.co dilapangan pernah menjumpainya tidak hanya laki-laki tetapi ada juga yang perempuan. Mereka berpenampilan nyentrik dan unik dengan aksesoris kalung rantai, bibir diwarnai hitam, memakai celana jeans sobek-sobek, baju yang lusuh, serta memakai tindik dan tato di beberapa bagian tubuhnya.
Lalu apa yang menyebabkan fenomena ini terjadi? Tentu beberapa faktor yang melatarbelakangi fenomena remaja punk ini, antara lain pergaulan yang salah, kurangnya kontrol dan kasih sayang orang tua, serta kurangnya perhatian dari pemerintah setempat.
Faktor yang pertama yaitu karena salah pergaulan atau dalam bahasa sekarang sering disebut salah circle. Pergaulan sangat berpengaruh secara signifikan terhadap perkembangan dan sosialisasi remaja dalam mencari jati diri, mereka menganggap gaya anak punk adalah hal yang keren.
Mereka merasa nyaman berada di circle punk mereka karena pertemanan anak punk terkenal solid, setia kawan dan saling tolong-menolong dalam bertahan hidup di jalanan.
Faktor yang kedua, kurangnya kontrol dan kasih sayang orang tua membuat mereka mencari tempat di mana mereka merasa bahagia dan nyaman.
Hal ini terjadi biasanya karena orang tua yang sibuk bekerja sehingga abai akan kehidupan anaknya. Biasanya anak punk juga jarang pulang, bahkan ada yang tidak pulang sama sekali, mereka merasa teman-teman punk lainnya seperti keluarga sendiri
Faktor yang ketiga yaitu kurangnya perhatian dari pemerintah setempat. Kumpulan remaja punk diberi stigma negatif oleh masyarakat, mereka dianggap kriminal dan menyalahi aturan norma yang berlaku.
Bahkan pengusaha kafe dan tempat-tempat umum lainnya, walaupun tidak semua, namun kebanyakan menolak bahkan risih akan keberadaan anak pank.
Untuk menghadapi fenomena ini sebaiknya pemerintah turun tangan untuk melakukan pemberdayaan remaja punk. Sebaiknya remaja punk diberi penyuluhan serta fasilitas pendidikan agar kembali pada aturan yang berlaku serta menjadi remaja yang dapat berpartisipasi untuk bangsa.(zul)