Views: 415
PEKANBARU, JAPOS.CO – Usai demo aksi damai di pintu gerbang kebun sawit Suryanto alias Ayau pada Senin (14/11/2022) pukul 14.30 Wib, ratusan warga Kenagarian Buluh Nipis Desa Kepau Jaya Kecamatan Siak Hulu Kampar Riau melarang pihak Ayau memanen buah kelapa sawit yang ditanam dalam kawasan HPT untuk diangkut keluar dijual ke pabrik kelapa sawit (PKS).
Hal ini ditegaskan massa warga Kenagarian Buluh Nipis Desa Kepau Jaya dalam aksi demo damai di pintu gerbang kebun sawit.
“Apabila Ayau tidak mau menyediakan lahan ulayat Kenagarian Buluh Nipis 20% dari luas sesuai hasil perjalanan dinas KPH Sorek untuk masyarakat sesuai regulasi aturan dari Pemerintah, maka masyarakat akan bangun tenda di jalan keluar kebun sawit dan buah sawit dilarang diangkut keluar!,” teriak warga saat demo, Senin (14/11/2022)..
Menurut salah seorang tokoh Kenagarian Buluh Nipis, Aswir Datuk Lelo Sati dari Persukuan Domo, Hak ulayat Kenagarian Buluh Nipis diatur dalam Perda Kabupaten Kampar Riau Nomor 12/1999.
“Tahun 1996 Ayau membeli lahan dari masyarakat dalam bentuk surat SKGR. Tapi dari hasil perjalanan dinas KPH Sorek dan ada petanya diukur baru-baru ini, lahan Ayau dalam HPT. Sesuai Perda Kabupaten Kampar Riau No.12/1999 luas kawasan Kenagarian Buluh Nipis adalah 30.000 ha. Kebun Ayau berada di dalam ini, seharusnya meminta izin kepada Ninik Mamak berinvestasi di Buluh Nipis ini,” ujar Aswir.
Menanggapi tuntutan warga ini, pihak Ayau, Suwito di hadapan demonstran menegaskan UU Cipta Kerja Nomor 11/2020 berlaku sampai 2023 diberi kesempatannya untuk yang keterlanjuran dan warga dipersilakan menuntut ke jalur hukum yakni Pengadilan.
“Sesuai Pasal 30 setiap orang yang tidak menyelesaikan persyaratan perizinan di bidang kehutanan dalam tiga tahun sejak UU Cipta Kerja No. 11/2020 berlaku dikenakan sanksi administratif berupa pembayaran denda. Dua, sanksi administratif berupa pembayaran denda administratif sebagaimana dimaksud ayat 1 ditetapkan oleh Menteri.
Tiga, pembayaran denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 2 wajib disetorkan ke Kas Negara dalam jangka waktu 6 bulan sejak ditetapkan pengenaan sanksi administratif. Empat, setiap orang melaporkan bukti pelunasan denda administrasi kepada Menteri. Lima, berdasarkan bukti pelunasan denda administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat 4, Menteri menerbitkan: a. Persetujuan pelepasan kawasan hutan di kawasan Hutan Produksi atau persetujuan melanjutkan kegiatan usaha di dalam kawasan Hutan Lindung atau Hutan Konservasi,” jelas Suwito di hadapan para demonstran.
Sementara itu data yang dihimpun Wartawan di lapangan, Ayau menyebutkan telah memiliki surat-surat tanah jual beli dengan warga sekitarnya dan bukti penyerahan Ninik Mamak atau datuk-datuk terdahulu. Ia mengatakan apa yang dituduhkan sekelompok orang itu tidak benar, ia menyebutkan bahwa kebun ini dulu lahan pertanian milik masyarakat.
“Riwayat pembukaan kebun itu kami peroleh dari jual beli dan dilakukan secara patut dan benar saat itu. Diketahui oleh seluruh tokoh masyarakat Ninik Mamak dan datuk-datuk yang menjabat saat itu. Dahulu pihak Perusahaan sudah menawarkan itikad baik untuk kerjasama pola kemitraan dengan warga. Tapi warga saat itu menolak dan hanya ingin pembayaran untuk proses jual beli saja.
Katanya, setelah ganti rugi disetujui oleh para Ninik Mamak terdahulu, maka lahan telah menjadi miliknya dan status kebun bukan lagi menjadi status hutan/lahan adat, tetapi sudah berpindah menjadi kepemilikan pribadi yang secara hukum dibuktikan dengan adanya SKGR.
“Dalam menyikapi persoalan yang berkembang, sangat disayangkan adanya aksi massa demo yang bukan sepenuhnya warga Desa Kepau Jaya. Seharusnya setiap warga negara taat hukum, sehingga segala persoalan dapat disikapi dengan jernih dan jika pun tidak sependapat, dipersilahkan mencari penyelesain di pengadilan,” tutupnya. (AH)