Views: 323
TRENGGALEK, JAPOS.CO – Ada dua papan nama kegiatan pada satu lokasi yang sama di Desa Ngadisuko, Kecamatan Durenan, Trenggalek, yakni, pavingisasi di RT. 29/30, RW. 09. Proyek jalan paving tersebut, sesuai hasil penelusuran lapangan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Tahun 2019. Namun, disitu ada dua nilai yang berbeda.
Hal tersebut sebagaimana disampaikan Sekretaris Jendral (Sekjend) LSM Wadah Aspirasi Rakyat (WAR), Zainal Abidin, ST kepada JAPOS.CO jika berdasar hasil investigasi dilapangan memang ditemukan fakta yang menjadi tanda tanya besar. Salah satunya, temuan papan nama pembangunan 2 ( dua) Jalan Paving di satu titik.
“Kami menemukan, di satu lokasi yaitu RT. 29/30, RW. 09, Desa Ngadisuko ada dua papan nama pekerjaan,” kata dia, Sabtu (29/10/2022).
Menurut Zainal, disitu (papan nama kegiatan) yang satu tertera alokasi anggarannya Rp 128.369.700,00 dan dipapan lain senilai Rp 115. 534.700,00. Dengan sumber dana dari APBDes atau Dana Desa (DD) yang sama, Tahun Anggaran 2019.
“Sumber dana kedua pekerjaan adalah DD Tahun Anggaran 2019,” imbuh dia.
Masih kata Sekjend WAR tersebut, selain mempertanyakan adanya dugaan duplikasi kegiatan dimaksud, beberapa fakta juga dijadikan bahan klarifikasi kepada pihak-pihak terkait. Sebab, patut diduga terdapat selisih anggaran cukup signifikan terhadap kedua proyek itu. Didasarkan pada, estimasi kalkulasi yang disesuaikan aturan baku dari Kementrian Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (Kemen PUPR).
“Selain temuan dua papan nama di satu titik pekerjaan, ada pula sejumlah item yang menurut hemat kami perlu di audit ulang. Sebab, menurut hitungan kami (dengan mengacu pada aturan baku Kemen PUPR) didapat selisih perhitungan,” jelas Zainal.
Diantaranya, sambung dia lagi, untuk perhitungan pembangunan Jalan Paving itu (data tertulis pada papan kegiatan yang pertama), panjangnya adalah 234 m dikalikan lebar 3 m sehingga muncul luas 702 m2. Bila pekerjaan dihargai Rp 108.000,00/m2 dikali luasan obyek (702 m2) maka menjadi Rp 75.000.000,00. Kemudian, ketika dikurangi kwajiban untuk membayar pajak (Ppn + PPh_nya 11,5%), ketemu angka Rp 14.762.515,05.
“Paket pertama kalau di jumlah total antara item 1 dan 2 ( Rp 75.000.000 + Rp 14.762.515,00 = Rp 89.762.515,00) jadi bila dialokasikan anggaran untuk paket itu senilai Rp 128.369.700,00 akan ketemu sisa anggaran Rp 38.607.185,00,” urainya.
Kemudian, lanjut lulusan S1 Sarjana Teknik Unesa tersebut, berdasar keterangan pada papan nama kegiatan ke dua masih dengan lokasi sama. Ditemukan data, panjang jalan 234 m x lebar 3.35 m menjadi 783,9 m yang saat di kalikan harga satuan (Rp 108.000 /m2) ketemu harga Rp 84.661.200,00. Dikurangi, PPn dan Pphnya 11,5% muncul angka Rp 13.286.490,00.
“Kalau dihitung, total antara item satu dan dua ( Rp 84.661.200,00 + Rp. 13.286.490,00 = Rp 97.947.690,00). Ketika dikonversi antara alokasi anggaran yang tertera (Rp 115. 534.700,00 – Rp 97.947.690,00) masih ada sisa Rp 17.587.000,00,” ujar Zainal.
Saat temuan dilapangan mengerucut, tandasnya, diperlukan konfirmasi dan klarifikasi dari pihak terkait sebagai penyeimbang. Dalam hal ini Kepala Desa (Kades), Pelaksana Kegiatan (PK) dan Camat sebagai pejabat pembina kewilayahan. Sebab, ketika temuan-temuan dilapangan dinilai memang memenuhi unsur akan menyebabkan konsekuensi hukum. Khususnya, Undang-undang Republik Indonesia (UURI) Nomor 31 Tahun 1999 juncto UURI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. LSM WAR pun memastikan, tetap membawa hasil investigasi yang diperoleh ke ranah hukum.
“Pihak-pihak sudah kami mintai klarifikasi dan konfirmasi, namun sayang kesemuanya belum memberikan tanggapan secara jelas. Termasuk Kades Ngadisuko, Triman yang dalam hal ini adalah PA atau penanggung jawab seluruh kegiatan di desa. Dengan alasan dirinya (Triman) masih ada acara di Semarang, ketika di hubungi melalui saluran telephone dan hanya mengatakan kalau akan meminta keterangan dulu kepada PKnya yang saat ini sedang di Kediri,” keluhnya. (HWi)