Views: 381
KETAPANG, JAPOS.CO – Program ketahanan pangan hewani dan nabati di Desa Riam Bunut, Kecamatan Laur, Kabupaten Ketapang, provinsi Kalimantan Barat diduga ada unsur korupsi. Menurut keterangan masyarakat penerima bantuan tersebut, program ini tidak pernah ada rapat Dusun ( Musdus) dan musyawarah Desa ( musdes ).
Faktanya, petugas desa hanya mendatangi rumah-rumah masyarakat memberikan 5 ekor anak ayam dan dua Ohn pangan ternak. Terkait kandang karantina bibit anak ayam dan bibit anak bebek yang dibuat, tidak pernah digunakan untuk melakukan karantina. Bantuan bibit ikan lele dan bibit ikan nila sebanyak 50 ekor serta dua Ohn pangan ternak ikan kepada penerima bantuan.
” Tidak pernah ada musdus dan musdes terkait program bantuan ini, pak RT datang mendata dirumah saya , katanya saya mendapatkan bantuan bibit ayam, namun yang diberi bibit ikan lele 50 ekor dan pangan bibit ikan dua on”. Ungkap Yusman warga Dusun Aur kuning Desa Riam Bunut di kediamannya keapada Japos.co (24/10).
Masalah ini pun mencuat di anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD), sumber yang tidak mau disebut namanya menjelaskan, jika dirinya tidak pernah diberitahu oleh ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam rapat internal BPD dalam hal pembahasan program bantuan ini.
Dirinya sebagai anggota BPD merasa bersalah kepada masyarakat, karena ketika masyarakat menanyakan tentang pembuatan kandang-kandang tersebut untuk apa?, Asal usul nama bantuan tersebut, apa tujuan bantuan tersebut ?, Berapa anggarannya ? Darimana sumber dananya? dan berapa orang yang mendapat bantuan tersebut ? Dirinya selaku anggota BPD tidak bisa menjawab.
“Saya selalu anggota BPD tidak pernah diberitahu terkait program ini, dan saya merasa malu ketika tidak mampu menjawab pertanyaan masyarakat, yang jelas tidak pernah ada rapat internal BPD terkait program ini ” unkgap salah satu anggota Badan Permusyawaratan Desa ( BPD) di kediamannya kepada Japos.co (24/10).
Untuk mengetahui lebih dalam terkait masalah bantuan ini, Japos.co melakukan konfirmasi ke Amat Samli selaku Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Riam Bunut, Amat menjelaskan kalau dirinya tidak mengetahui besaran dana belanja pembelian bibit ayam, dan pembelian bibit bebek.
Amat juga tidak mengetahui besarnya biaya pembuatan enam kandang di tiga dusun yang ada di Desa Riam bunut ini. Tidak hanya itu, Amat selaku ketua BPD tidak mengetahui dengan pasti data jumlah penerima bantuan tersebut. Dirinya hanya dilibatkan mengambil bibit ayam dan bebek tersebut di Pontianak .
” Terkait besaran dana bantuan ini, dan berapa jumlah penerima bantuan ini saya kurang tau, saya dilibatkan oleh kades mengambil bibit ayam dan bibit bebek ayam di Pontianak, sampai di desa bibit ayam dan bebek banyak yang mati”. Amat Samli selaku ketua Badan Permusyawaratan Desa ( BPD) di kediamannya Kepada Japos.co (24/10).
Saat Japos.co mendatangi kantor Desa Riam bunut, Sekdes Sukarman menjelaskan bahwa Pembelian bibit ayam dan bibit bebek merupakan Program ketahanan pangan, Hewani dan Nabati, dengan pagu dana 8℅ dari Dana Desa ( DD).
Dari pagu dana 8% dana Desa tersebut, dilakukan pengadaan bibit ayam sebanyak 15 box isi 100 ekor / box dengan harga Rp 1.250.000 / box . Sedangkan bibit bebek dibeli sebanyak 14 box isi 100 ekor / box dengan harga Rp 1.650.000/ box. Pengadaan bibit ikan nila dan bibit ikan lele sebanyak 13.000 ekor dengan harga Rp 500 rupiah / ekor, total Rp 6.500.000.
Lanjut sekdes Sukarman, bibit ayam dan bebek bersumber dari Jawa diambil di ambil di Pontianak kemudian sampai di Desa, disimpan di pasar Rakyat kecamatan laur, akibatnya banyak yang mati sebelum di masukan ke kandang yang di bangun di tiga dusun desa Riam Bunut.
“Bibit ayam dan bibit bebek banyak yang mati, sehingga masyarakat hanya dapat 5 ekor , dan penerima lainnya di ganti dengan bibit ikan nila dan bibit ikan lele,” ungkap Sukarman selaku Sekretaris Desa ( Sekdes) saat di konfirmasi Japos.co di kantor Desa Riam Bunut (24/0).
Dari informasi dan data yang dihimpun Japos.co, diduga ada unsur korupsi di program ketahanan pangan hewani dan nabati Di Desa Riam Bunut, yang mana sebelum realisasi program tersebut tidak terjadi musyawarah Dusun, dan musyawarah Desa, antara pemerintah Desa, BPD dan masyarakat, sehingga pengeluaran uang dan hak penerima bantuan hanya diketahui dan pengambilan kebijakan secara sepihak antara kades dan stafnya saja. Hingga berita ini terbit Japos.co terus melakukan penelusuran. (Agustinus)