Views: 249
PEKANBARU, JAPOS.CO – Sengketa Lahan Masyarakat Adat Desa Lubuk Batu Tinggal Kecamatan Lubuk Batu Jaya Kabupaten Indragiri Hulu berkonflik dengan PT Rimba Peranap Indah melakukan penyerobotan dan pengolahan lahan perkebunan warga Masyarakat Desa Lubuk Batu Tinggal Kecamatan Lubuk Batu Jaya seluas 3.550,20 Ha yang merupakan tanah ulayat.
Konflik terjadi sejak tahun 1997, hingga sekarang lahan dikuasai oleh Perusahaan dan lahan tersebut telah dalam status Quo pada bulan September 2021 setelah melakukan pengecekan bersama instansi terkait dan disepakati oleh kedua belah pihak jika lahan tersebut dalam status Quo serta dalam masa status Quo kedua belah pihak tidak boleh beraktifitas di dalam area tersebut.
Ketua LAMR Kecamatan Lubuk Batu Jaya, Datuk Setio Kamaro Talang Darat Japura Zulkifli di Pekanbaru, Jum’at (14/10/2022) mengatakan, PT RPI diduga telah melakukan penyerobotan dan pengolahan lahan perkebunan milik warga Desa Lubuk Batu Tinggal, Kecamatan Lubuk Batu Jaya seluas 3.550.20 Hektar (Ha) yang merupakan tanah ulayat.
“Sejak tahun 1997 hingga saat ini, sengketa lahan masyarakat adat Desa Lubuk Batu Tinggal, Kecamatan Lubuk Batu Jaya, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), dengan PT Rimba Peranap Indah (RPI) tak kunjung usai. Konflik terjadi sejak tahun 1997 hingga sekarang lahan dikuasai oleh perusahaan dan lahan telah dalam status quo sejak bulan september 2021,” ujar Zulkifli.
Masih kata Zulkifli, setelah melakukan pengecekan bersama instansi terkait, disepakati oleh kedua belah pihak jika lahan tersebut dalam status quo. Dalam masa status quo, kedua belah pihak tidak boleh beraktifitas didalam area tersebut.
Dalam masa status quo, sebut Zulkifli, Lembaga Adat telah bersurat ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan mendapat respon positif dengan dikeluarkannya SK Menteri KLHK dengan No: 652/MLHK/SETJEN/KUM.1/7/2021 dalam proses penyelesaian Undang-undang Cipta Kerja dan disusul dengan Surat KLHK No: s.15/Setjen/Satlakwasdal UUCK/7/2022 perihal pelengkapan data.
“Namun hingga hari PT RPI tidak kooperatif dan dengan sengaja melakukan pengerusakan perkebunan dan aset LAMR di area sengketa,” paparnya.
Dengan berurai air mata, Zulkifli memohon bantuan kepada pemerintah pusat dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) karena sudah 25 tahun warga bersengketa dengan PT RPI.
“Kami sudah 25 tahun bermasalah, hak kami dirampas, hak kami ditindas. Masyarakat kami dihancurkan, kami juga butuh hidup, kami juga butuh masadepan, anak-anak kami butuh makan, dimana Pak Jokowi ini sebenarnya? Dimana Menteri Kehutanan, dimana keadilan ini?,” ujar Zulkifli sambil menangis.
Diungkapnya, baru-baru ini pihak PT RPI telah memasang portal di jalan milik warga yang dijaga 24 jam.
“Seluruh masyarakat lain boleh lewat disitu, kecuali rombongan saya. Seharusnya portal itu tidak dipasang, itu bukan hak dia, itu masih dalam desa kami,” ungkapnya.
Zulkifli membeberkan sejak 6 tahun yang lalu perusahaan itu dijaga oleh sejumlah aparat bersenjata lengkap laras panjang.
“Setiap ada masalah dia (aparat, red) muncul, lima orang, enam orang, dia orang, tiga orang, pakai senjata laras panjang,” bebernya.
Sementara itu, Penasehat Hukum (PH) yang mewakili LAM Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Mufir Abdillah menyebutkan, pihaknya telah mempersiapkan tindakan yang akan dilakukan terkait permasalahan sengketa lahan antara warga dengan PT RPI tersebut.
“Terjadi perbuatan tindak pidana di dalam areal yang masih berstatus quo, sesuai dengan kesepakatan pada bulan September 2021,” tegasnya.
Dijelaskan Mufir, tindakan pidana yang dilakukan PT RPI kepada warga adalah melakukan pengrusakan aset-aset dari Lembaga Adat Melayu dan terjadi pengrusakan terhadap pohon sawit milik masyarakat.
“Seterusnya ada pemutusan pengrusakan jalan masyarakat yang selama ini digunakan untuk aktifitas mereka untuk ke kebun, ini diputuskan oleh pihak perusahaan seperti dibuat kanal dengan alat berat,” sebutnya.
Lanjut Mufir Abdillah, terkait pembangunan portal yang dilakukan oleh PT RPI, itu berada di jalan masyarakat sehingga aktifitas masyarakat lalu-lalang di jalan itu menjadi terganggu.
“Dan ada kejadian yang paling kita sesalkan, pada tanggal 6 Oktober kita memasang plang itu atas petunjuk dari Dinas Kehutanan. Plang atas SK nomor 652, didalamnya menyuruh hentikan seluruh aktifitas sampai proses ini selesai. Tetapi kita dapat informasi di lapangan bahwa plang itu diduga dihilangkan oleh pihak perusahaan,” paparnya.
Kata Mufir, pihaknya juga menerima informasi dari warga bahwa yang menyebut di areal tersebut terdapat sejumlah aparat.
“Jadi masyarakat sekarang merasa ketakutan, kayak seperti mereka di intervensi oleh pihak perusahaan. Maka dari itu kami sebagai PH sudah menyiapkan data, kita akan membuat laporan polisi atas pengrusakan tersebut,” tutupnya. (AH)