Scroll untuk baca artikel
BeritaHEADLINERiauSUMATERA

LSM Perisai: Bukan Hoax, Pelepasan Kawasan Hutan PT DSI Batal dan Tidak Sesuai RTRW Kabupaten Siak

×

LSM Perisai: Bukan Hoax, Pelepasan Kawasan Hutan PT DSI Batal dan Tidak Sesuai RTRW Kabupaten Siak

Sebarkan artikel ini

Views: 192

PEKANBARU, JAPOS.CO – Menanggapi berita di media online yang menyebut LSM Perisai menyebarkan berita hoaks terkait pelepasan kawasan hutan oleh kuasa hukum PT.DSI, Ketua Umum DPP LSM Perisai Sunardi SH mengungkap fakta mengejutkan terkait PT DSI selaku pemegang Izin pelepasan kawasan seluas 13.532 hektar.

Advertisement
scroll kebawah untuk lihat konten

Sunardi mengungkapkan, setelah adanya putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang telah berkekuatan hukum Nomor : 198/PK/TUN/2016 Tanggal 12 Januari 2017, maka surat-surat milik PT. DSI dapat dipastikan cacat administrasi.

Apabila kegiatan constatering dan eksekusi terhadap lahan warga dilaksanakan, dan memaksakan lokasi yang salah objek dan jika PN Siak tetap menjalankan Putusan, maka diduga adanya keberpihakan kepada Perusahaan yang telah terbukti cacat administrasi dan ini merupakan pelanggaran hukum apabila surat-surat tersebut dipergunakan.

Selain itu, dalam diktum kesembilan Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor 17/Kpts-II/1998 pelepasan kawasan seluas 13.532 hektar ditegaskan bahwa PT DSI wajib mengurus HGU dalam kurun waktu 1 tahun setelah diterbitkannya SK tersebut.

“Apabila PT Duta Swakarya Indah tidak memanfaatkan kawasan hutan sesuai dengan ketentuan yang tercantum pada diktum Pertama dan atau menyalahgunakan pemanfaatannya dan atau tidak menyelesaikan pengurusan Hak Guna Usaha dalam waktu 1 tahun sejak diterbitkannya keputusan ini, maka pelepasan kawasan hutan ini batal dengan sendirinya dan areal tersebut kembali dalam penguasaan Departemen Kehutanan,” kata Sunardi saat membacakan Diktum Kesembilan SK Menteri Kehutanan.

“Penjelasan tersebut sudah sangat jelas atas ketentuan dan dasar hukum diberikannya SK Pelepasan untuk tidak dilanggar, sedangkan aturan tersebut pihak PT DSI melanggar sejak ketentuan hukum diberikan pada tahun 1998 serta lalai dalam menyelesaikan kewajibanya untuk mengurus Hak Guna Usaha (HGU), bahkan sampai saat ini PT DSI belum memiliki HGU, lalu apa dasar hukum PT DSI akan melaporkan Pemilik Sertifikat? Sedangkan sejak pelepasan kawasan hutan ditanda tangani  maka pihak yang berwenang sudah jelas berpindah menjadi wewenang pertanahan,” sebutnya, Senin, (19/9/2022).

Menurutnya, legalitas surat milik PT DSI telah dinyatakan tidak dapat dipergunakan lagi  berdasarkan putusan PTUN yang telah berkekuatan hukum tetap, sehingga apabila proses constatering dan eksekusi tetap dilaksanakan mengacu kepada administrasi yang ada, sedangkan administrasi yang ada sudah dinyatakan cacat hukum. Apabila masih dipaksakan, hal ini merupakan sebuah pelanggaran hukum.

“Adapun dengan amar putusan tersebut, pengadilan telah menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) dari PT DSI tersebut dan menghukum pemohon untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan PK tersebut sebesar Rp2,5 juta,” tegasnya.

Untuk diketahui, PT DSI hingga saat ini belum memiliki izin Hak Guna Usaha (HGU) atas usaha perkebunan milik perusahaan tersebut.

“Setelah gugatan PTUN dikabulkan, itu sudah membuktikan  bahwa legalitas PT DSI cacat Administrasi, baik pelepasan kawasan, izin lokasi, IUP atas nama PT DSI. Dan sudah tidak berhak untuk  digunakan. Terbukti Legalitas PT DSI ditolak oleh pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” ucapnya lagi.

Sebelumnya, Penasihat Hukum PT. DSI Anton Sitompul SH, MH dan Suharmansyah SH, MH menuding LSM Perisai Riau yang diketuai Sunardi telah menyebarkan berita bohong (hoaks).

Dalam keterangannya dilansir dari media online, Anton menyebut bahwa pihaknya menolak keterangan Sunardi karena tanpa bukti.

“Berdasarkan bukti-bukti yuridis di atas, kami sampaikan dengan tegas menolak statemen Sunardi SH dari LSM Perisai tanpa bukti melontarkan berita hoaks bahwa pelepasan kawasan hutan Nomor 17/Kpts-II/1998 PT DSI sudah batal dan tidak sesuai dengan RTRW di Kabupaten Siak,” terang Anton melalui pernyataan tertulisnya kepada media. Senin (19/9/2022).

Anton mengungkap 23 nama yang menguasai 644 SHM seluas lebih kurang 1.300 hektar yang menjadi alas hak PT Karya Dayun, di mana 1 nama bisa memiliki 38 persil dengan luasan 732,949 M2.

“Sesuai Putusan Mahkamah Agung dalam perkara Peninjauan Kembali No.158/PK/Pdt/2015 telah menyatakan cacat hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum seluruh alas hak PT Karya Dayun tersebut, baik berupa sertifikat hak milik (SHM) atau alas hak dalam bentuk apapun dari PT. Karya Dayun untuk menguasai atau menduduki objek sengketa di lahan ± 1300 Ha milik PT DSI,” ungkap Anton.

Menyikapi tudingan tersebut, Sunardi membantah dengan tegas. Menurutnya, tuduhan yang disampaikan PH PT DSI itu sama sekali tidak benar, bahkan Sunardi menyebut tuduhan itulah yang sesungguhnya hoaks atau bohong dan tidak bisa dipertanggungjawabkan.

“Mengingat apa yang kami sampaikan terhadap berita terdahulu tentang dokumen-dokumen yang kami sampaikan terhadap perusahaan PT DSI itu semuanya benar adanya. Seluruh dokumen-dokumen telah dapat kami tunjukkan dan kami beberkan sebagaimana tadi didepan awak media, baik itu berupa surat dari Bupati Siak  yang memberikan rekomendasi banwa legalitas milik PT DSI terhadap SK Pelepasan Kawasan sudah tidak sesuai dengan aturan hukum dan tidak sesuai lagi dengan RTRW Kabupaten Siak,” tegasnya, Selasa (20/9/2022) sore.

Dijelaskan Sunardi, ada dua surat yang dikeluarkan oleh Bupati Siak pada waktu itu, dan dokumen-dokumen pendukung lainnya sudah lengkap. Surat pertama surat Nomor 100/TP/78/2003.

Dalam poin 1 surat itu tertulis, nerdasarkan Peraturan Daerah Kab. Siak Nomor : 1 Tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Siak dan Peraturan Daerah Kabupaten Siak Nomor : 6 Tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Siak Sri Indrapura Kabupaten Siak Tahun 2002 2011, lokasi yang Saudara mohonkan peruntukkan tidak lagi sesuai dengan Peraturan Daerah dimaksud.

Poin kedua, memperhatikan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 17/KPTL 11 tanggal 6 Januari 1998 tentang Pelepasan Kawasan Hutan, sudah habis masa berlakunya. Poin ketiga, memperhatikan Surat Menteri Negara Penggerak dana, BKPMD Pusat Nomor 284/1/PMDN/1995 tanggal 29 Mei 1995, persetujuan itu telah batal dengan sendirinya karena telah habis masa berlakunya.

Sehubungan dengan point (1), (2), (3) diatas, permohonan izin lokasi oleh pihak Saudara tidak lagi memenuhi ketentuan dan peraturan yang berlaku.

“Semuanya lengkap, silahkan awak media dapat menilai sendiri apakah dokumen yang saya tunjukkan tadi benar atau tidaknya. Yang jelas semua itu ada buktinya. Jika ada pihak yang berkepentingan ingin mengetahui tentang apa yang disampaikan sebelumnya, kata Sunardi, silahkan untuk menghubunginya. Saya akan tunjukkan apa yang saya sampaikan tersebut beserta bukti-buktinya,” tegasnya lagi.

Menurut Sunardi, Sertifikat Hak Milik (SHM) yang dimiliki oleh Indriany Mok dan kawan-kawan diterbitkan melalui mekanisme sesuai aturan Kementerian ATR/BPN RI dan sumber penerbitan tentu berdasarkan alas hak yang sah berupa SKT maupun SKGR dan dahulu adalah jual beli  dari kebun/tanah garapan warga setempat yang digarap sebelum adanya pelepasan kawasan hutan karena warga sudah terlebih dahulu bercocok tanam dan berkebun karet sesuai petunjuk Pemerintahan pada masa itu.

Sertifikat tersebut diterbitkan sekira tahun 2006 dan 2007 oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Siak. Sertifikat tersebut dapat diterbitkan oleh Kantor Pertanahan atas dasar aturan hukum serta penegasan dari Bupati Siak Arwin AS pada 2002, 2003 dan 2004. Ini jelas telah menegaskan bahwa pelepasan kawasan Hutan Nomor 17/ Kpts-II/1998 atas nama PT DSI sudah batal dan tidak sesuai lagi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di Kabupaten Siak, Riau.

“Di dalam Surat Keputusan Menteri juga tertuang aturan yang sudah baku di antaranya pada diktum yang kesembilan yang berbunyi apabila PT DSI tidak memanfaatkan kawasan hutan sesuai dengan ketentuan yang tercantum pada diktum Pertama dan atau menyalahgunakan pemanfaatannya dan atau tidak menyelesaikan pengurusan Hak Guna Usaha (HGU) dalam waktu satu tahun sejak diterbitkannya keputusan ini, maka pelepasan kawasan hutan ini batal dengan sendirinya dan areal tersebut kembali dalam penguasaan Departemen Kehutanan.

Penjelasan tersebut sudah sangat jelas atas ketentuan dan dasar hukum diberikannya SK Pelepasan untuk tidak dilanggar, sedangkan aturan tersebut pihak PT DSI melanggar sejak ketentuan hukum diberikan pada 1998 serta lalai dalam menyelesaikan kewajibanya untuk mengurus Hak Guna Usaha (HGU), bahkan sampai saat ini PT DSI belum memiliki HGU, lalu apa dasar hukum PT DSI akan melaporkan pemilik sertifikat? Sedangkan sejak pelepasan kawasan hutan ditanda tangani maka pihak yang berwenang sudah jelas berpindah menjadi wewenang pertanahan,” terangnya, Selasa (20/9/2022)

Di tempat terpisah, Kabid Penetapan dan Pendaftaran Hak (PPH) BPN Provinsi Riau, Umar Fathoni menyebutkan, berdasarkan surat yang diterima Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau, PT. DSI baru mengajukan pengukuran terhadap lahan seluas kurang lebih 916 hektare melalui BPN Siak, sehingga dapat diartikan PT DSI belum pernah memiliki HGU.

“Saat ini mereka baru mengajukan pengukuran, ya kalau baru pengukuran, belum ada HGU. Jadi mereka baru mengajukan proses pengukuran ke Kanwil. Suratnya itu dari Kanta Siak tanggal 17 Maret 2022 kemarin,” kata Umar Fathoni, Selasa (20/9/2022) siang.

Umar Fathoni mengatakan, permohonan itu baru sebatas permohonan pengukuran fisik, bukan permohonan hak. Apabila telah dikeluarkannya surat permohonan fisik, barulah permohonan hak diterbitkan.

“Sudah keluar fisik, baru diumumkan haknya. Dari hal itu kita tahu nanti berapa yang akan diberikan. Yang pasti harus clear dulu dari kawasan hutan, penguasaan masyarakat dan ada sungai, dikeluarkan semua. Itulah disaat ini dalam proses pengukuran,” ucap Umar.

Umar menjelaskan, pada saat BPN melakukan pengukuran, hasilnya akan diketahui bahwa dalam lahan tersebut ada kawasan hutan atau penguasaan oleh masyarakat. Ketika warga tidak setuju untuk diganti rugi, maka lahan tersebut dikeluarkan (inklaf) dari luas lahan yang diajukan pengkuran oleh perusahaan.

Selanjutnya, apabila pada lahan yang akan diukur terdapat tempat-tempat umum, situs budaya, makam keramat, jalan penghubung antar desa, maka wajib hukumnya untuk dikeluarkan dari pemetaan (inklaf).

Sementara itu, Kabid Survey dan Pemetaan BPN Riau Budi Jaya menambahkan,  PT DSI mengajukan permohonan dan telah melengkapi serta memenuhi persyaratan sesuai aturan. Atas kebenaran materil terkait surat menyurat milik PT DSI itu, bukanlah kewenangan BPN Riau.

Dijelaskannya, BPN dalam hal ini hanya menjalankan pengecekan perlengkapan persyaratan sesuai ketentuan. Pengukuran yang dilakukan oleh tim pengukur dari BPN Riau tidak serta merta menjamin terbitnya Sertifikat, masih ada tahapan-tahapan selanjutnya yang harus dijalani.

“BPN mengukur tidak otomatis jadi Sertifikat dan HGU, apalagi dalam rangka permohonan pertama kali. Ini pertama kali, bukan perpanjangan,” papar Budi.

Pada saat petugas pengukur dari BPN melaksanakan pengukuran, maka akan dapat diidentifikasi mana lahan yang merupakan milik masyarakat dan lahan milik perusahaan.

“Tunjukkan, sehingga dari peta akan dapat diinformasikan bahwa ini batas kepemilikan PT DSI dan milik masyarakat,” sebutnya.

Masih kata Budi, setelah peta bidang itu terbit, ada mekanisme pembentukan Panitia B yang merupakan lintas instansi yang terdiri dari Kanwil Pertanahan, Pemerintah Daerah (Pemda), Kecamatan dan Forkopimda hingga Kepala Desa.

“Dari 916 hektar itu misalnya hanya boleh yang disetujui sekian hektar, silahkan tuangkan. Harusnya masyarakat dapat informasi dari pengukuran bahwa petugas pengukuran Kanwil sudah didampingi Kepala Desa dan PT DSI. BPN mengukur berdasarkan penunjukan batas-batasnya,” tutupnya. (AH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *