Views: 156
KOTA PEKALONGAN, JAPOS.CO – Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak belakangan ini mulai mewabah di sejumlah daerah di wilayah Provinsi di Indonesia. Dampaknya, selain meresahkan para peternak juga muncul berbagai asumsi terkait mengkonsumsi daging nya, terlebih menjelang momentum Idul Adha .
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan (Dinperpa) Kota Pekalongan, Muadi menjelaskan bahwa, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan Fatwa MUI Nomor 32 Tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban Saat Kondisi Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Menanggapi hal tersebut, pihaknya sudah menindaklanjuti dengan penyampaian Surat Edaran Walikota Pekalongan kepada masyarakat tentang upaya-upaya penyembelihan hewan kurban di tengah wabah PMK.
“Dalam waktu dekat, kami juga akan mengundang para pengurus mushola dan masjid di Kota Pekalongan yang sering menangani penyembelihan hewan kurban pada 15 Juni 2022 mendatang untuk diberikan sosialisasi tentang Surat Edaran Walikota, Fatwa MUI Nomor 32 Tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban Saat Kondisi Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK),” ucapnya usai kegiatan rapat kerja Penanganan Hewan Ternak pada Masa Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) bersama Komisi C DPRD Kota Pekalongan, berlangsung di Ruang Rapat Komisi C DPRD Kota Pekalongan, Rabu siang (8/6/2022).
Menurutnya, sosialisasi tersebut diperlukan agar masyarakat bisa paham bagaimana memilih hewan ternak untuk kurban, supaya hewan kurban tersebut nantinya bisa aman dan halal dikonsumsi sesuai syariat Islam dan Fatwa MUI, serta dari sisi kesehatan. Di dalam fatwa tersebut, MUI membeberkan syarat hewan yang sah untuk dijadikan hewan kurban. Yakni, hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori ringan, seperti lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan, dan keluar air liur lebih dari biasanya hukumnya sah dijadikan hewan kurban. Sementara, untuk hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat seperti lepuh pada kuku sampai terlepas, pincang, tidak bisa berjalan, dan menyebabkan sangat kurus, maka hukumnya tidak sah dijadikan hewan kurban.
Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK dalam rentang waktu yang dibolehkan kurban (tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijjah), maka hewan ternak tersebut sah dijadikan hewan kurban,” tuturnya. Sementara itu, untuk hewan yang terjangkit PMK dengan gejala klinis kategori berat tapi sembuh dari PMK setelah lewat rentang waktu yang dibolehkan berkurban (tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijjah), maka sembelihan hewan tersebut dianggap sedekah.
“Dinperpa menjamin bahwa, daging yang dikonsumsi atas penyebab suspek maupun positif PMK masih aman dikonsumsi, asalkan daging tersebut dimasak dengan benar pada suhu diatas minimal 70 derajat Celcius selama 30 menit agar virus itu hilang,” pungkasnya.(sofi)