Scroll untuk baca artikel
BANTENBeritaHEADLINEPandeglang

Pj Gubernur Banten Terbitkan Surat Edaran Kewaspadaan Terhadap Penyakit Mulut dan Kuku

×

Pj Gubernur Banten Terbitkan Surat Edaran Kewaspadaan Terhadap Penyakit Mulut dan Kuku

Sebarkan artikel ini

Views: 184

BANTEN, JAPOS.CO – Menindaklanjuti Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia tentang Penetapan Daerah Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada beberapa Kabupaten di Provinsi Jawa Timur dan di Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Aceh, serta Surat Edaran (SE) Kementan RI Nomor 01/SE/PK.300/M/5/2022 tentang Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) Pada Ternak. Penjabat (Pj) Gubernur Provinsi Banten Al Muktabar telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 524/1181-DISTAN/2022 tentang Kewaspadaan Terhadap Penyakit Mulut dan Kuku.

Advertisement
scroll kebawah untuk lihat konten

Selain itu, SE yang dikeluarkan oleh Pj Gubernur Banten juga memperhatikan hasil uji laboratorium sampel dari 1 lokasi di Provinsi Banten oleh Veteriner Subang. Dimana pada tanggal 12 Mei 2022 perihal hasil uji laboratorium bahwa sampel dari Kota Tangerang Selatan dinyatakan negatif uji PCR PMK, serta pada tanggal 13 Mei 2022 perihal hasil uji laboratorium bahwa sampel dari Kota Tangerang Selatan dinyatakan positif antibodi PMK.

“Sehubung dengan hal tersebut, sebagai upaya meningkatkan kewaspadaan terhadap PMK pada hewan, dimohon agar seluruh Bupati/Walikota melakukan beberapa langkah, diantaranya membentuk gugus tugas pengendalian dan penanggulangan PMK dengan melibatkan instansi terkait, akademisi/pakar maupun pihak lainnya,” tulis SE tersebut.

Dalam SE itu meminta Bupati/Walikota untuk menunjuk pejabat otoritas veteriner Kabupaten/Kota, melakukan pembinaan kepada peternak untuk melakukan pelaporan jika menemukan kasus atau kematian pada hewan ternak dengan disertai atau tanpa tanda klinis yang mengarah pada PMK dan melaporkan kasus kesakitan atau kematian pada hewan rentan melalui ISIKHNAS.

“Melakukan pengawasan kesehatan hewan pada sentra-sentra peternakan sapi, kerbau, kambing, domba dan babi. Meningkatkan upaya respon cepat pengendalian penyakit hewan menular dengan tindakan isolasi hewan sakit. Dan mengimplementasikan praktik dan penerapan prinsip-prinsip biosekuriti di peternakan hewan seperti sanitasi,” lanjutnya.

Selain itu, Kabupaten/Kota juga diminta melakukan pendataan terkait profil peternakan di wilayah masing-masing termasuk populasi ternak yang berisiko, kemudian menugaskan dokter hewan untuk melakukan pengawasan terhadap ternak yang diperjualbelikan di pasar hewan, serta meningkatkan komunikasi, informasi dan edukasi dengan semua pihak.

Tidak hanya itu, pada pemasukan dan pengeluaran hewan atau produk hewan antar Provinsi harus disertai dengan rekomendasi teknis dari daerah tujuan dan asal sesuai dengan Perda Provinsi Banten Nomor 6 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas Hewan dan Produk Hewan.

Di antaranya terdapat beberapa persyaratan pemasukan ternak ke Provinsi Banten, seperti membuat surat pernyataan bahwa ternak harus sudah di karantina di daerah asal selama 14 hari, dan membuat surat pernyataan bahwa ternak akan langsung dipotong di RPH, serta harus ada surat pernyataan tidak ada kasus PMK di daerah asal.

Selanjutnya, Bupati/Walikota juga diminta untuk memastikan tersedianya dokter hewan di RPH untuk melakukan pemeriksaan ternak, pemotongan ternak hanya dilakukan di RPH yang ditetapkan dan diawasi oleh otoritas berwenang Kabupaten/Kota. RPH juga menyiapkan kandang isolasi

Serta melakukan kegiatan optimalisasi reproduksi (SIKOMANDAN) agar tetap berjalan di daerah yang tidak ada pelaporan kasus PMK dan menghentikan sementara kegiatan IB dan PKB di daerah wabah PMK atau yang telah dikonfirmasi positif secara laboratorium dengan radius paling kurang 10 km dari titik kasus

“Penugasan kepada Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan atau kesehatan hewan untuk berkoordinasi dengan instansi terkait dalam pencegahan dan pengendalian PMK berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan dan Kepolisian dalam rangka pengawasan lalu lintas hewan rentan, produk hewan dan media pembawa penyakit yang beresiko tinggi,” tulisnya.

SE itu pun meminta agar dapat meningkatkan partisipasi aktif organisasi terkait seperti PDHI, PAVETI, ISPI, serta asosiasi lainnya dalam pengendalian dan penanggulangan PMK.

“Melaporkan kegiatan pencegahan pengendalian dan perkembangan kasus PMK secara berkala menyiapkan anggaran APBD Kabupaten/Kota dan atau sumber lainnya yang tidak mengikat untuk pencegahan dan pengendalian PMK,” tulis SE tersebut. (Yan/Adpim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *