Views: 179
BANJAR, JAPOS.CO – Selama bulan Ramadhan ini, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Banjar, Jawa Barat, tetap melayani vaksinasi Covid-19 dosis 1,2, dan 3 atau booster.
Kepala Dinkes Kota Banjar, dr. Andi Bastian mengatakan, pelayanan vaksinasi pada bulan suci Ramadhan kali ini hanya dilakukan di dalam gedung. “Kita selama bulan puasa tetap melaksanakan kegiatan vaksinasi Covid-19. Untuk masyarakat yang ingin divaksin, silakan bisa datang ke Puskesmas terdekat,” kata dr. Andi Bastian kepada para awak media, Senin (4/4).
Namun, kata dr. Andi, pelayanan vaksinasi di fasilitas publik untuk bulan Ramadhan kali ini, pihaknya belum memiliki jadwal. “Untuk gerai vaksin saat ini belum ada jadwal. Akan tetapi, jika misalnya nanti banyak permintaan kegiatan vaksinasi atau dianggap perlu untuk melaksanakan, maka pihak kami akan membuat jadwal. Tapi saat ini dan ke depan kita melaksanakan kegiatan di Puskesmas,” katanya.
Kadinkes Kota Banjar mengungkapkan, berdasarkan data per tanggal 4 April 2022, capaian vaksinasi Covid-19 dosis pertama sebanyak 96.71 persen. Kemudian, dosis kedua 79.97 persen, dan dosis ketiga 25,19 persen. “Target kita melaksanakan seluruh kegiatan vaksinasi baik itu dosis 1,2, atau 3 untuk menambah capaian yang masih kurang. Itu semuanya harus bisa terlaksana. Jika melihat kegiatan vaksinasi Covid-19 pada bulan puasa tahun kemarin, antusiasme masyarakat sangat banyak. Vaksinasi pada bulan Ramadhan tahun 2021 lalu alhamdulillah banyak yang datang. Mudah-mudahan tahun sekarang juga seperti dulu,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua MUI Kota Banjar, H. Supriatna menegaskan, bahwa pelaksanaan vaksinasi di bulan Ramadhan tidak membatalkan ibadah puasa. Hal itu berdasarkan surat keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 13 tahun 2021, tentang hukum vaksinasi Covid-19 saat berpuasa. “Dalam fatwa tersebut disampaikan vaksin Covid-19 yang dilakukan injeksi intramuskular tidak membatalkan puasa. Karena pada dasarnya pemberian vaksin tersebut disuntik melalui otot,” tegasnya.
Namun, ujar H. Supriatna, pemerintah bisa melaksanakan vaksinasi Covid-19 pada malam hari. Akan tetapi apabila proses vaksinasi Covid-19 pada siang hari selama puasa khawatir menyebabkan bahaya, karena kondisi fisik yang lemah. “Umat islam wajib berpartisipasi dalam program vaksinasi Covid-19 yang dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan kekebalan kelompok,” ujarnya.
Belum divaksin sudah terdata
Sementara itu berdasarkan informasi yang berkembang di masyarakat, adanya warga yang belum divaksin Covid-19, namun dua anak di Kota Banjar, sudah terdata sebagai penerima vaksin dosis pertama.
Zaenal Arifin merasa kebingungan karena anaknya yang bernama Kifa (11), sudah terdata sebagai penerima vaksin Covid-19 dosis pertama. Padahal anaknya itu sama sekali belum pernah suntik vaksin di tempat fasilitas kesehatan manapun. Pertama kali Zaenal mengetahui anak ketiganya terdata sudah menerima vaksin Covid-19 itu setelah mendengar cerita temannya yang juga mengalami hal serupa. “Awalnya saya mengecek itu karena ada info dari teman. Ternyata anaknya yang belum terima vaksin Covid-19, tapi sudah terdata,” ungkap Zaenal, Selasa (05/4).
Karena merasa penasaran, kemudian ia pun langsung mencoba mengecek nama anaknya melalui aplikasi Peduli Lindungi. Ketika dicek dengan cara memasukan nama dan NIK anaknya, ternyata benar nama anak Zaenal sudah ada datanya dalam aplikasi tersebut. Kejanggalan itu pun menjadi sebuah tanda tanya besar bagi Zaenal yang sampai saat ini belum ia temukan jawabannya. “Saya juga bertanya-tanya ini dari mana datanya. Sebagian orang tua mungkin merasa senang bahwa anaknya sudah vaksin. Tapi ini mencontohkan ketidakbenaran, manipulasi data yang perlu saya tanyakan siapa yang melakukan hal seperti ini,” tandas Zaenal.
Hal serupa juga terjadi pada seorang anak berinisial M (8). Anak tersebut tidak mendapat izin orang tuanya untuk mengikuti vaksin Covid-19. Namun setelah orang tuanya mengecek melalui aplikasi Peduli Lindungi malah terdata sudah menerima vaksin. Orang tua M, Dede Komara mengungkapkan kekecewaannya itu karena tidak ada transparansi dari pihak terkait tentang data tersebut. “Kenapa tidak transparan, ada unsur apa sebenarnya kok harus manipulasi data seperti itu,” tanya Dede Komara.
Ia menyebut, alasan tidak mengizinkan anaknya untuk mengikuti vaksin Covid-19 karena ia masih merasa khawatir tentang uji klinis vaksin tersebut. Jadi bukan berarti menolak secara keseluruhan. “Alasan kami tidak mengizinkan, pertama vaksin itu masih simpang siur. Meskipun dari segi kedokteran ada yang pro dan kontra. Kemudian kami memilih tidak mengambil resiko, karena resikonya sudah jelas,” tandas Dede Komara. (Tim)