Views: 260
KAYONG UTARA, JAPOS.CO – Penolakan warga terhadap 300 sertifikat yang sudah diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional kabupaten Kayong Utara ditanggapi Kepala seksi penataan dan pemberdayaan (P2) Ulin Nuha. Katanya, dalam proses penerbitan sertifikat tanah di dusun Pancur desa Dusun Kecil kecamatan Pulau Maya adalah atas usulan dari pihak desa.
“Setelah kita mendapatkan data nominatif, dari desa, kita proses. Kita nggak tahu, siapa yang ikut, ini lahanya apa, ini perumahan kah atau pertanian kah, ngak tahu. Jadi yang memilih daftar nominatif itu desa,” kata Nuha, Kamis (17/02) di Sukadana.
Sebelumnya, sebanyak 300 lebih sertifikat tanah hak milik (SHM) terletak di dusun Pancur desa Dusun Kecil Kecamatan Pulau Maya kabupaten Kayong Utara, Kalbar yang sudah diterbitkan BPN sertifikatnya di tolak warga setempat.
Masalahnya, karena tidak sesuai dengan kesepakatan atau perjanjian awal antara warga dengan seorang oknum anggota DPRD setempat bernama Abdul Rahman sebagai inisiator pembuatan sertifikat di kantor agraria setempat.
Mengutip keterangan Diana, kepala dusun Pancur, dari tayangan berita Ruai TV (3/02/22) dan INews Kalbar mengatakan, penolakan ini disebabkan 300 sertifikat yang sudah diterbitkan BPN tersebut bukan sertifikat jenis pemukiman penduduk tetapi sertifikat tanah kosong yang di peruntukan sebagai areal kebun sawit milik sejumlah anggota DPRD dan wakil bupati Kayong Utara.
Ia menambakan pula, ke-300 sertifikat tersebut kebanyakan dimiliki oleh orang bukan warga dusun Pancur, melainkan orang-orang yang berada di luar dusun Pancur.
“Perjanjian dari awal (penerbitan sertifikat) harusnya untuk perumahan dulu. Setelah kami tahu yang keluar sertifikat itu ternyata sertifikat jalan usaha tani (JUT), tidak ada sertifikat pemukiman, bahkan (sertifikat) itu miliknya mayoritas orang luar, warga sini ada (namanya) tapi sedikit,” kata Diana.
Dari tayangan itu, Diana menambahkan, pembuatan sertifikat ini diperuntukkan awalnya untuk lahan pertanian sawah bukan untuk perkebunan sawit. Sehingga itu, ada warga dusunya sempat mengusahakan mengolah tanah tersebut dengan menggunakan alat pertanian (zonder).
“Awalnya tanah ini untuk percetakan sawah. Terus ujung-ujungnya berubah lagi jadi sawit, makanya kami sepakat tahan dulu (sertifikat), sebelum sertifikat pemukiman juga keluar,” kata dia.
Abdul Rahman dalam tayangan itu mengklarifikasi, masyarakat bukan menolak sertifikat tanah, tetapi mereka (masyarakat) masih menunggu sertifikat jenis tanah pemukiman yang saat ini masih berproses di BPN rampung.
“Tapi ada sertifikat di BPN keluar semua di lokasi pemukiman masyarakat, sehingga untuk membagikanya masih menunggu sertifikat pemukiman juga keluar baru dibagikan ke masyarakat,” kata Abdul Rahman. (dins).