Views: 261
KETAPANG, JAPOS.CO – Penggunaan anggaran covid-19 bersumber dari APBD Kabupaten Ketapang Tahun Anggaran 2021 direkayasa laporan keuanganya (LPJ) oleh oknum Aparatur Sipil Negara (ASN). Akibat aksi ini, Pemkab Ketapang boros belanja barang medis habis pakai atau BMHP sebesar Rp 777.634. 578.
Kasus itu tertulis dalam hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Kalimantan Barat atas penggunaan anggaran rumah sakit umum daerah dr Agoesdjam Ketapang sejak bulan Januari hingga Agustus tahun 2021.
“Pengadaan Bahan Habis Pakai covid-19 pada RSUD dr Agoesdjam tidak sesuai ketentuan dan terdapat kelebihan pembayaran pengadaan BHP covid-19 sebesar Rp 777.634.578,” tulis BPK.
Kerugian itu berasal dari anggaran bidang penunjang medik dan pendidikan rumah sakit dr Agoesdjam Ketapang terkait proyek belanja barang medis habis pakai.
Dari tulisan BPK itu, diketahui cara pejabat pembuat komitmen atau PPK bidang itu merugikan Ketapang yaitu sengaja membuat pesanan barang melalui sejumlah situs jual beli online maupun pihak ketiga seakan-akan nyata meski saat dikonfirmasi oleh BPK pada penyedia, ditemukan tidak sesuai alias pengadaan fiktif.
Saat ditanya BPK pada PPK proyek itu, Ia beralasan melakukan perbuatan itu lantaran rumah sakit pada awal tahun 2021 berhutang pada beberapa distributor Barang Habis Pakai (BHP).
Hal lainya, ada kesalahan dalam dokumen pelaksanaan anggaran (DPA) APBD murni, dimana hanya ada floating anggaran pengadaan alat reagen swab covid dan tidak ada anggaran belanja BMHP. Sedangkan PPK sudah membeli barang di awal tahun menggunakan dana pribadi dan dana talangan sehingga PPK berasumsi tidak dapat dibayarkan barang-barang yang sudah Ia beli tersebut.
Sehingga, PPK berkoordinasi dengan Kabid Penunjang medik dan pendidiikan mencari alternatif dana pembayaran. Sehingga diputuskan akan melakukan alternatif pembayaran BHP covid-19 melalui dana peminjaman dana talangan dari anggaran BLUD..
“PPK menyatakan membenarkan ketidaksesuaian tersebut dan mengungkapkan 40 paket pengadaan yang diajukan untuk kelengkapan SPJ dibuat tidak senyatanya. Semua bukti kelengkapan dokumen SPJ ditirukan,” demikian tulisan BPK lagi.
Direktur Agoesdjam, dr Feria Kowira saat dikonfirmasi menyatakan kasus tersebut terjadi bukan saat dirinya menjabat tetapi terjadi dimasa pejabat direktur lama bernama Herman Basuki.
“Saya belum bertugas sebagai direktur saat kasus temuan itu. Saya baru bertugas awal bulan September tahun 2021 dimana proses pengadaan BHP sudah berjalan,” kata Feria, Kamis (13/01).
Feria menyarankan agar wartawan menghubungi kepala bidang (Kabid) penunjang medik dan pendidikan guna mengkonfirmasi temuan BPK tersebut.
Atas saran itu, media berusaha mendapatkan keterangan Kabid yang dimaksud Feria, tetapi sejak pagi dan sore pada hari Kamis semalam, orang yang dimaksud itu belum berhasil didapatkan inponya lantaran sedang tidak berada di ruangan.
Sementara itu, Nuning Barlina sebagai PPK saat itu ketika dihubungi pada Kamis (13/01) mengatakan sedang cuti dan mempersilahkan Japos.co menanyakan pada pihak rumah sakit karena dirinya sudah pindah tugas.
“Silahkan, kita sama-sama secara resmi. Karena kita sama-sama mengemban tugas yang sudah menjadi amanah,” ujar Nuning.
Dari sumber informasi yang didapat namun belum terkonfirmasi, Nuning telah mengembalikan kerugian daerah tersebut saat hasil pemeriksaan BPK keluar yang dilakukan Nuning secara tunai.
Atas kasus itu juga, diperkirakan bupati Martin Rantan memberikan sanksi berupa pindah tugas pada beberapa orang ASN di lingkungan rumah sakit termasuk Nuning Barlina dan direktur rumah sakit. (dins).