Views: 165
BANTEN, JAPOS.CO – Gubernur Banten Wahidin Halim telah menetapkan besaran Upah Minimum Provinsi dan Upah Minimum Kabupaten/Kota, akan tetapi penetapan tersebut mendapatkan penolakan dari sejumlah buruh di Banten.
Sejumlah buruh melakukan aksi/ demo atas penolakan penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota yang telah direkomendasikan dari masing-masing pemerintah Kabupaten/Kota ke Provinsi Banten.
Juru bicara Gubernur Banten Ujang Giri mengatakan bahwa penetapan UMP dan UMK telah sesuai aturan yang berlaku.
“Penetapan besaran UMK sudah diikat oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 dan PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang pengupahan, Gubernur telah menjalankan amanah Undang-Undang tersebut dan itu telah sesuai tidak melebih-lebihkan atau ikut mengurangi besaran UMK” ujar pria yang akrab disapa Ugi. (7/12/2021).
Ugi mengatakan ada mekanisme perhitungan terkait UMK yang dihitung dan dibahas sebelumnya oleh Dewan Pengupahan dimasing-masing daerah.
“Proses dan mekanisme terkait perhitungan upah telah melewati pembahasan yang dilakukan oleh Dewan Pengupahan yang didalamnya terdiri dari unsur serikat pekerja yang mewakili suara rekan buruh, Apindo dari unsur pengusaha, akademisi atau ahli dan dari unsur pemerintah, itu disepakati bersama dengen mengedepankan aturan Perundangan-Undangan yang berlaku,” ujarnya.
Adapaun perhitungan pengupahan dihitung berdasarkan data konsumsi rata-rata perkapita, rata-rata jumlah anggota rumah tangga yang bekerja, pertumbuhan ekonomi daerah yang dihitung dari kuartal IV tahun sebelumnya dan periode kuartal pertama, kedua dan ketiga tahun berjalan, kemudian berdasarkan hitungan inflasi daerah, menurut Ugi bahwa Gubernur salah apabila tidak sesuai aturan dalam menentukan kebijakannya.
“Sudah diformulasikan sesuai dengan hidup layak, sesuai ketentuan dari Pemerintah Pusat, justru salah kalau gubernur tidak sesuai dengan aturan dalam mengeluarkan kebijakan, semua sudah sesuai aturan Perundang-Undangan yang berlaku” ujar Ugi
Terkait demo buruh atas penolakan UMK, menurut Gubernur yang dikatakan oleh Juru Bicaranya bahwa itu bagian dari demokrasi.
“Demo atau menyampaikan pendapat dimuka umum itu bagian dari semangat demokrasi, Pak Gubernur menghargai itu, tapi perlu diketahui bahwa Gubernur telah menjalankan amanah Undang-Undang terkait pengupahan ini” Ujar Ugi.
Dikatakan Ugi bahwa seruan mogok kerja justru dapat menimbulkan berbagai reaksi dan masalah baru.
“Dengan adanya mogok kerja, hal itu bisa menimbulkan permasalahan baru, khawatir pengusaha eksodus atau pindah pabrik ke daerah lain yang upahnya lebih kecil dibanding Banten, itu pernah terjadi ditahun-tahun sebelumnya pabrik pindah ke daerah jawa, selain itu, kalau mogok kerja dampaknya tidak dapat menghasilkan produksi atau profit maka hal ini juga bisa mengakibatkan persoalan baru seperti gulung tikar dan PHK nantinya” kata Ugi
Diketahui sebelumnya, Gubernur Banten juga tidak akan merevisi hasil keputusan selama tidak ada arahan dan perintah dari Presiden RI. Pada 30 November 2021 silam, Surat Keputusan (SK) Gubernur Banten bernomor 561/Kep.282-Huk/2021 tentang Upah Minimum Kabupaten dan Kota di Banten Tahun 2022.
Berikut besaran upah yang ditetapkan oleh Gubernur Banten, Wahidin Halim :
1) Kabupaten Pandeglang Rp 2.800.292.64.
2) Kabupaten Lebak Rp 2.751.313.81.
3) Kabupaten Serang Rp 4.215.180.86.
4) Kabupaten Tangerang Rp 4.230.792.65.
5) Kota Tangerang Rp 4.262.015.37.
6) Kota Tangerang Selatan Rp 4.230.792.65.
7) Kota Cilegon Rp 4.309.772.64.
8)Kota Serang Rp 3.830.549.10.
Ugi juga menyinggung soal kebijakan pendidikan gratis, bahwa Gubernur Banten peduli masyarakat khususnya para buruh, adanya pendidikan gratis SMA/SMK/SKH Negeri di Banten, hal itu dapat membantu meringankan beban hidup masyarakat buruh.
“Kebijakan yang dikeluarkan oleh Gubernur tentang pendidikan gratis dapat mengurangi beban masyarakat, termasuk buruh. Ini salah satu bentuk kepedulian Gubernur terhadap masyarakat” ujarnya. (Yan/Adpim)