Scroll untuk baca artikel
BeritaHEADLINEJAWAJawa Barat

UMK Kabupaten Ciamis Naik Sebesar 0.92 Persen

×

UMK Kabupaten Ciamis Naik Sebesar 0.92 Persen

Sebarkan artikel ini

Views: 191

CIAMIS, JAPOS.CO – Pemerintah Kabupaten Ciamis bersama Dewan Pengupah Kabupaten Ciamis menggelar pertemuan rapat guna membahas kenaikan UMK di Ciamis bertempat di Op Room Setda Kabupaten Ciamis. Senin, (22/11). Hasil putusan sementara besaran kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Ciamis sebelum benar-benar di sahkan dinyatakan adanya kenaikan sebesar 0,92%.

Advertisement
scroll kebawah untuk lihat konten

Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Dewan Pengupah Kabupaten Ciamis, Sukomo yang dalam paparannya mengatakan hasil tersebut adalah hasil dari penghitungan rumus yang sudah di atur oleh Pemerintah Pusat dan Provinsi.

Kenaikan tersebut dikatakan Bupati Ciamis, H. Herdiat Sunarya memanglah disayangkan mengingat jumlah besaran yang naik bahkan tidak sampai mencapai 1%. Kendati demikian Bupati bersama Dewan Pengupah Kabupaten Ciamis juga menyadari bahwa Pemerintah Daerah tidak dapat semena-mena mengatur kenaikan upah tersebut dan berharap masyarakat juga bisa memahami terhadap regulasi aturan yang sudah di atur oleh Pemerintah Pusat dan Provinsi tersebut.

Kenaikan UMK tersebut selain daripada adanya aturan dalam penghitungannya, kata Bupati Ciamis, Pemerintah Daerah sifatnya hanya bisa merekomendasikan saja kepada Pemerintah Pusat dan Provinsi, karena yang menentukan aturan dan ketentuan upah itu adanya di Pusat dan Provinsi. Tentu dengan aturan yang sudah ditentukan paling tidak disamping UU No. 11 Tahun 2020 tentang Hak Cipta Kerja.

“Kemarin kami juga menerima surat dari pak gubernur intinya kepada Pemda yang mau mengajukan rekomendasi UMK harus berpedoman pada PP No. 36 Tahun 2021. Semoga dengan perhitungan tadi, sekalipun para penerima upah kerja akan kecewa kalau UMK nya hanya naik berkisar 17.000 an saja yang mungkin inginnya masyarakat minimal ada kenaikan 50% namun diharapkan masyarakat dapat memahaminya, “ kata H. Herdiat.

Untuk langkah selanjutnya, ujar Bupati Ciamis, hanya tinggal menentukan pleno bersama Dewan Pengupah Kabupaten Ciamis dan Pemerintahan yang lebih tinggi lagi untuk di agendakan pemutusan besaran untuk UMK di Kabupaten Ciamis.

“Sebetulnya saya merasa kasihan terhadap masyarakat, disamping harga-harga semakin naik sementara upah mereka hanya sedikit. Saya berharap semoga para pekerja termasuk orang-orang pergerakan yang sangat kritisi bisa memahami adanya itung-itungan perumusan upah tersebut. Semoga upaya kerja keras semuanya bisa menjadi ibadah yang baik, SOP nya seperti itu sehingga sekali lagi mohon maaf bukan berarti Pemda tidak merespon namun kembali lagi kepada aturan yang berlaku, “ ujarnya.

Pemprov Jabar Tetapkan UMP Jabar

Sementara itu berdasarkan data yang berhasil di serap tim Jaya Pos, saat ini Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jabar 2022 sebesar Rp 1.841.487,31, naik 1,72 persen atau sebesar Rp 31.135,95 dari UMP Jabar 2021. Hal ini mendapat tanggapan dari berbagai pihak, baik dari kalangan buruh, pengusaha, dan Bank Indonesia. Adapun besaran UMP Jabar 2022 ditolak Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP TSK SPSI), Roy Jinto. “Kami menolak penetapan upah minimum berdasarkan PP 36 Tahun 2021, baik UMP dan UMK (upah minimum kabupaten/kota) yang akan ditetapkan dalam waktu dekat,” ujar Roy kepada para awak media, Selasa (23/11).

Roy menjelaskan, PP 36 Tahun 2021 merupakan aturan turunan dari UU Cipta Kerja yang kini sedang diuji di Mahkamah Konstitusi (MK). Bila MK memutuskan hal lain, akan terjadi kekosongan hukum. Untuk itu ia menilai pemerintah terlalu memaksakan kehendak dengan formula itu.

Buruh, kata Roy, tetap pada tuntutannya, yaitu kenaikan upah minimum 2022 sebesar 10 persen. Dengan pertimbangan pertumbuhan ekonomi kuartal kedua sebesar 7,07 persen dan proyeksi ekonomi terus membaik di 2022.

“Kenaikannya tidak masuk akal. Tahun 2020 saat Indonesia mengalami resesi, pertumbuhan ekonomi-5,26 persen, kenaikan upah minimum 6,51 persen,” tutur dia.

Dengan formula pemerintah ini, menurutnya, ada sekitar 11 kabupaten atau kota yang tidak menaikkan upah minimumnya. Kalaupun naik, hanya di angka sekitar Rp 12 ribuan. Untuk itu, pihaknya akan menggelar demo dan mogok kerja. Adapun di Jawa Barat, aksi akan dilakukan tanggal 25 November 2021 dan aksi nasional tanggal 29-30 November 2021.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jabar, Ning Wahyu Astutik mengucapkan terima kasih dan mendukung Gubenur Jabar, H. Ridwan Kamil. Ridwan Kamil dinilai taat hukum dengan menyepakati PP 36/2021 dan memperhatikan Rekomendasi Dewan Pengupahan Jabar No.561./015/34/Depeprov tentang Rekomendasi UMP Jabar Tahun 2022. Kepada buruh, Ning berpesan dan mengajak untuk taat aturan. “Saya yakin peraturan tentang upah ini dibuat para expert di bidangnya, dan telah melalui begitu banyak evaluasi, serta analisis, serta pertimbangan yang mendalam sehingga merupakan keputusan terbaik, “ ucap Ning Wahyu.

Mengenai ancaman mogok nasional, Ning mengatakan, demo merupakan hak yang dijamin UU. Namun ia mengajak untuk bersikap arif. Sebab, sudah begitu banyak perusahaan yang menderita dan berusaha bertahan di tengah kesulitan.

“Janganlah membuat situasi memburuk kembali. Selain menyusahkan pengusaha, ujung-ujungnya juga merugikan buruh jika perusahaan tidak bertahan,” beber dia. Ning mengingatkan, jumlah pengangguran Jabar berkisar 2,5 juta yang menunggu investor masuk untuk membuka peluang kerja.

Aksi mogok ini akan membuat investor ragu untuk berinvestasi. “Sedangkan 2,5 juta itu bisa jadi ada saudara kita di dalamnya, tetangga kita yang sangat butuh pekerjaan, dan lainnya. Mari kita bantu mereka mendapatkan pekerjaan, dengan menjaga kondusivitas dunia usaha sehingga investor tertarik untuk berinvestasi,” ucap Ning Wahyu.

Persoalan upah sangat kompleks Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Jabar, Herawanto mengaku, persoalan upah sangat kompleks. Sebab, banyak pihak yang terkait di dalamnya, baik itu buruh ataupun pengusaha.

“Soal upah ini juga harus dilihat dari sisi pengusaha. Apalagi di tengah pandemi harus dilihat bagaimana kemampuan mereka (membayar upah),” ujar Herawanto usai press conference West Java Annual Meeting 2021.

Kalau ada kenaikan luar biasa pada upah, sementara pengusaha baru merangkak bisnisnya akibat terdampak Covid-19, maka dikhawatirkan akan kontra produktif.

“Kalau upah naik signifikan, pengusaha enggak bisa meneruskan usahanya, maka mereka tidak bisa bayar karyawannya. Jadi harus diperhatikan sustainability-nya. Sekarang yang penting ekonomi jalan, ekonomi bisa memberi pendapatan bagi pengusaha, investor, dan buruh,” tandasnya. (Mamay)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita

Views: 105 SAMOSIR, JAPOS.CO –  Sejumlah Anggota DPRD bersama Plt Bupati Samosir Martua Sitanggang mensahkan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) APBD Tahun 2025 menjadi Peraturan Daerah (Perda) dengan Pagu sebesar Rp…